Mimpi Sepasang Manusia

       Dua orang anak duduk bersebelahan di bangkunya masing-masing, bersama belasan anak-anak lain, sedang asik menggambar di atas kertas A3. Di tengah papan tulis dan di sudut kanan atas setiap kertas A3 tertulis "Cita-citaku". Ibu guru berkeliling dan mengamati pekerjaan murid-muridnya di kelas itu.

Anak perempuan: "Kenapa kamu lihat aku terus?"

Anak laki-laki: "Aku bukan lihat kamu. Aku lihat gambar kamu. Gambar kamu cantik. Kamu juga cantik. "

Anak perempuan: "Kamu juga. Gambar kamu bagus. Nus, kamu lagi gambar apa?"

Anak laki-laki: "Aku gambar robot. Aku ingin jadi insinyur. Nanti aku akan membuat robot untuk melindungi bumi. Selain bumi, kamu juga. Rei, kamu gambar apa?"

Anak perempuan: "Aku gambar rumah. Aku ingin buat rumah yang besar dan bagus. Nanti kakek, nenek, aku, dan kamu bisa main bersama. Robot kamu juga boleh ikut."

Ibu guru: "Nusa, Rei, Jangan ribut!"

Anak laki-laki dan anak perempuan: "Iyaa, Buuuu!"

Nusa dan Rei tersenyum masing-masing. Sejak saat itu mereka berteman.

       Nusa dan Rei lulus Taman Kanak-kanak bersama. Nusa dan Rei melanjutkan pendidikan sampai Sekolah Menengah Umum di sekolah yang sama. Ayah Nusa adalah seorang pengusaha sukses. Ayah Nusa sudah berhasil mengembangkan toko kecil yang didirikannya sebelum Nusa lahir menjadi perusahaan besar yang mempunyai banyak cabang di berbagai daerah. Rei tinggal bersama kakek dan neneknya sejak kecil. Kakek Rei adalah seorang kontraktor bangunan. Rei sering mengunjungi kakeknya di proyek bangunan untuk sekedar berkunjung atau membawakan makanan. Nusa sering diajak Ayahnya ke perusahaan untuk membantu. Nusa dan Rei masih berteman hingga saat ini. Saat ini, Nusa dan Rei sedang menikmati masa remaja mereka. Mereka bertemu, bepergian, dan bermain dengan bebas seperti tidak ada apapun yang dapat menghalangi kegembiraan mereka.

       Nusa dan Rei lulus Sekolah Menengah Umum bersama. Nusa dan Rei melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri yang sama. Nusa memilih jurusan manajemen atas saran ayahnya. Nusa direncanakan untuk menjadi pengganti ayahnya di kemudian hari. Nusa mendukung rencana orangtuanya. Rei memilih jurusan arsitektur, jurusan yang berbeda dengan Nusa. Rei sering berdebat dengan Kakeknya tentang tugas-tugasnya. Rei sibuk dengan aktivitas kuliahnya, sedangkan Nusa sibuk dengan kegiatan organisasi yang diikutnya.

       Setiap malam tiba Nusa mengirim pesan-singkat kepada Rei. Setiap malam juga Rei menantikan pesan dari Nusa. SMS menjadi penghubung mereka pada hari-hari sibuk. Pada hari-hari senggang mereka sengaja bertemu untuk melakukan kegiatan bersama. Nusa senang mengunjungi toko peralatan elektronik, Rei senang tur ke berbagai daerah, dan mereka sering melakukan keduanya bersama-sama. Nusa menjadi kembang dalam hidup Rei. Nusa menghiasi hidup Rei dengan tawa, tangis, dan kenangan. Rei menjadi bulan dalam hidup Nusa. Rei menerangi hidup Nusa melalui kebersamaan, semangat, dan senyuman manis.

       Nusa dan Rei lulus dari Perguruan Tinggi bersama. Nusa ditawari untuk melanjutkan studi oleh orangtuanya, tapi Nusa memutuskan untuk mencari pengalaman kerja dulu. Nusa mendapat pekerjaan sebagai pemasar di sebuah bank internasional. Pekerjaan di bank adalah impian banyak orang. Pekerjaan dalam kantoran ber-AC di pusat kota dengan fasilitas dan gaji yang memuaskan. Rei mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi di luar negeri. Nusa memberi dukungan pada Rei. Rei pergi ke luar negeri. Pada awalnya, Nusa dan Rei masih saling berbalas e-mail. E-mail dari Nusa berisi cerita tentang dia dan teman-teman kerjanya, pencapaian yang diraih, sampai kebosanan dalam bekerja. E-mail dari Rei berisi cerita tentang dia dan teman-teman kuliahnya, foto-foto dia, dan untaian kata penyemangat bagi Nusa. Semakin lama, balasan dari Rei maupun Nusa semakin lambat. Telepon juga jarang dibalas. Hubungan semakin jarang terjadi. Jurang di antara mereka semakin lebar dan dalam.

       Dua tahun kemudian mereka sudah hampir tidak pernah berkomunikasi lagi. Matahari mulai terbenam dan kembang mulai layu. Nusa memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan dia melamar ke sebuah perguruan tinggi swasta terkenal di luar negeri. Nusa merasa sangat jenuh dan bosan dengan pekerjaannya. Nusa berpikir bahwa jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan membuka pintu ke jabatan yang lebih tinggi, tanggung jawab yang lebih berat, wewenang yang lebih luas, dan kegiatan yang lebih bervariasi. Nusa memilih magister manajemen. Rei sudah berada entah di mana. Mereka sudah tidak pernah berkomunikasi. Dalam selang waktu ini, perasaan Nusa tidak pernah bisa terucapkan.

       Suatu malam Nusa mengemasi barang-barangnya lalu dia membereskan isi dompetnya. Dia menemukan fotonya bersama Rei yang dibuat dalam photo-booth lima tahun lalu. Dalam foto itu Rei tersenyum. Nusa pun teringat akan senyum Rei yang sempat menerangi hari-harinya di masa lalu. Nusa mengirim pesan-singkat ke nomor Rei yang dulu:
> Sdr/i Rei,
> Selamat, Anda memenangkan undian dari Bank X!
> Tolong hubungi kembali nomor ini untuk konfirmasi.
> Terima kasih.
      Nusa menunggu sebentar lalu dia melihat laporan pengiriman pesan singkat ke nomor Rei. Status di sana menunjukkan pesan-singkat menunggu. Dugaanku benar, Rei masih belum kembali. Nusa melihat ke luar jendela. Malam itu bulan tidak ada. Nusa pun tidur.


      Keesokan harinya Nusa berangkat ke bandara diantar Ibu dan supir-ayahnya. Setibanya di bandara Nusa disambut oleh beberapa orang teman kuliah dan kolega kerja-nya. Mereka berbincang-bincang sejenak, berfoto dua kali, lalu Nusa berpisah dengan mereka semua. Antrian untuk menukar tiket tidak terlalu panjang. Ponsel Nusa berbunyi.

"Hallo!"

"Nusa, kamu ada di mana?"

"Aku sudah di bandara, Pa!"

"Papa belikan kamu tiket untuk kelas eksekutif. Jangan mau kalau kamu dikasih tempat duduk kelas ekonomi."

"Jangan khawatir, Pa. Walaupun cantik, petugasnya ga bodoh. Aku akan periksa kembali sebelum ke ruang tunggu."

"Tuuut..." Telepon terputus.

Telepon Nusa berdering lagi.

"Maaf, Pa, tadi telepon terputus tiba-tiba."

"Ga apa-apa, boleh aku konfirmasi hadiah undianku sekarang?"

"Heh?"

"Nusa! Kamu ga inget aku? Aku ga sangka daya inget kamu pendek banget."

"Mmm... Rei?"

"Aku saudara tiri kamu!"

"Cuih! Sodara tiri yang ngeselin. Kamu ada di mana?"

"Aku baru sampai di bandara nih. Ini nomer ayahku."

"Hah?"

      Satu jam menuju waktu keberangkatan. Jantung Nusa berdegup kencang. Setelah mendapatkan boarding pass, Nusa bergegas ke sebuah kios makanan cepat-saji dalam bandara. Seorang gadis berjaket panjang tebal berwarna hitam duduk manis. Dia menghampiri gadis itu.

"Rei!"

"Nusa, kamu tambah tinggi yah?" Rei berdiri lalu menepuk-nepuk pundak Nusa.

"Aku pakai sepatu pantofel*, bukan sepatu capung* kayak waktu kita kuliah dulu." Nusa memegang tangan Rei dan membawanya ke tempat duduk. "Kamu terima SMSku?"

"Aku terima sesaat sebelum aku kembali ke sini. Jadi, kamu mau ke mana nih?"

"Aku mau susul kamu. Aku khawatir kamu kebingungan. Kalau kamu nyasar, di sana kamu ga bisa minta bantuan aku kan?"

"Yup, tapi kamu malah ada di sini."

"Ha. Ha. Ha. Ga sampai segitunya kali. Kamu beneran mau susul aku?"

"Jurusan apa?"

"Manajemen lagi? Dulu skripsi kamu dibikin bareng-bareng. Aku masih inget, kalau kamu kerja sendiri, skripsi kamu ga pernah maju."

"Skripsi aku selesai kan? Aku pikir aku butuh penyegaran. Pekerjaan baru, posisi baru, suasana baru, tantangan baru."

"Kamu suka dengan pekerjaanmu yang dulu? Seinget aku, setiap kali kamu kirim e-mail, lebih dari setengah isinya adalah keluhan kamu. Baca aja bikin mataku sakit, apalagi bales. Aku jadi males."

"Aku juga males terima e-mail kamu. Foto, foto lagi. sepuluh mega, dua-puluh mega lagi. Pekerjaanku yang dulu, menurut aku, bagus. Aku kerja di tempat yang nyaman, aku bisa menabung, aku bisa meniti karir, ga ada yang salah."

"Kenapa kamu keluar?"

"Aku merasa bosen. Aku merasa jenuh. Aku merasa capek kerja di sana."

"Atau.. kamu merasa ga suka?" Rei melanjutkan, "Kamu inget ga, gambar apa yang kita buat waktu kita masih TK."

"Mmm... kamu gambar rumah?"

"Gambar kamu?"

"Ha. Ha. Ha. Itu kan dulu."

"Tapi itu cita-cita kamu."

      Nusa diam. Nusa teringat akan gambar yang dulu dia dan Rei buat. Rei membuat gambar rumah, sedangkan Nusa membuat gambar robot. Rei masuk jurusan arsitektur atas kemauannya sendiri, sedangkan Nusa masuk jurusan manajemen atas kemauannya sendiri yang didasari oleh saran Ayahnya. Rei akan bisa merancang dan mewujudkan rumah yang ingin dibangunnya ketika dia masih kecil. Sekarang Nusa memang tidak ingin membuat robot, tapi Nusa tertarik pada elektronik. Dia kerja dalam bidang perbankan, bukan elektronik seperti yang disukainya. Nusa tidak tertarik pada pemasaran, dia lebih tertarik pada teknologi dan peralatan elektronik. Waktu keberangkatan sudah semakin dekat.

"OK, aku akan pertimbangkan pilihanku lagi. Rei, ... Terima Kasih."

"Sudah mau berangkat?"

"Yup!"

"OK, sampai jumpa lagi!"

     Nusa memeluk Rei untuk beberapa saat. Rei mengantar Nusa sampai ke gerbang keberangkatan. Mereka berpisah lagi. Kali ini, Nusa yang meninggalkan Rei. Nusa meninggalkan Rei demi masa depannya, tapi kali ini Nusa berkata pada dirinya sendiri bahwa - tidak pernah ada kata terlambat untuk berubah.



 

                                                                                            ==SELESAI==




*sepatu pantofel diasumsikan sebagai sepatu hak tinggi,
*sepatu capung diasumsikan sebagai sepatu hak rendah.

 

Sumber : http://www.kejut.com/futuredream